Alasan penghapus pidana (
strafuitsluitingsground ) diartikan sebagai keadaan khusus ( yang harus
dikemukakan, tetapi tidak perlu dibuktikan oleh terdakwa ) yang jika
dipenuhi menyebabkan - meskipun terhadap semua unsur tertulis dari
rumusan delik telah dipenuhi - tidak dapat dijatuhkan pidana ( Nico
Keijer, 1990 : 1 ). Alasan penghapus pidana dikenal baik dalam KUHP,
doktrin mapun yurisprudensi.
Dalam ilmu hukum pidana alasan penghapus pidana dibedakan dalam ( Sudarto, 87 : 138 ) :
1. Alasan penghapus pidana umum
adalah alasan penghapus pidana yang berlaku umum untuk setiap tindak pidana dan disebut dalam pasal 44, 48 - 51 KUHP, yaitu sebagai berikut:
“Barang siapa melakukan perbuatan pidana karena pengaruh daya paksa, tidak dipidana”.
- Pasal 49 ayat (1) KUHP :
” barangsiapa terpaksa melakukan perbuatan untuk pembelaan, karena ada serangan atau ancaman serangan ketika itu yang melawan hukum, terhadap diri sendiri maupun orang lain; terhadap kehormatan kesusilaan ( eerbaarheid ) atau harta benda sendiri maupun orang lain, tidak dipidana “
- Pasal 50 KUHP :
” barangsiapa melakukan perbuatan untuk melaksanakan ketentuan undang – undang, tidak dipidana “
- Pasal 51 KUHP :
” barangsiapa melakukan perbuatan yang diberikan oleh penguasa yang berwenang, tidak dipidana “
- Pasal 44 ayat 1 KUHP:
Barang siapa melakukan perbuatan yang tidak dapat dipertanggungkan kepadanya karena jiwanya cacat dalam pertumbuhan atau terganggu karena penyakit, tidak dipidana.- Pasal 48 KUHP:
“Barang siapa melakukan perbuatan pidana karena pengaruh daya paksa, tidak dipidana”.
- Pasal 49 ayat (1) KUHP :
” barangsiapa terpaksa melakukan perbuatan untuk pembelaan, karena ada serangan atau ancaman serangan ketika itu yang melawan hukum, terhadap diri sendiri maupun orang lain; terhadap kehormatan kesusilaan ( eerbaarheid ) atau harta benda sendiri maupun orang lain, tidak dipidana “
- Pasal 50 KUHP :
” barangsiapa melakukan perbuatan untuk melaksanakan ketentuan undang – undang, tidak dipidana “
- Pasal 51 KUHP :
” barangsiapa melakukan perbuatan yang diberikan oleh penguasa yang berwenang, tidak dipidana “
2. Alasan penghapus pidana khusus
adalah
alasan penghapus pidana yang berlaku hanya untuk tindak pidana
tertentu. Misalnya pasal 122, 221 ayat (2), 261, 310, dan 367 ayat (1)
KUHP. Yaitu sebagai berikut:
- Pasal 122 KUHP:
- Pasal 122 KUHP:
Diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun:
1.barang siapa dalam masa perang yang tidak menyangkut Indonesia,dengan sengaja melakukan perbuatan yang membahayakan kenetralan negara, atau dengan sengaja melanggar suatu aturan yang dikeluarkan dan diumumkan oleh pemerintah,khusus untuk mempertahankan kenetralan tersebut;
2. barang siapa dalam masa perang dengan sengaja melanggar aturan yang dikeluarkan dan diumumkan oleh pemerintah guna keselamatan negara.
Selain yang diatur dalam KUHP, alasan penghapus pidana juga diatur di luar KUHP, yakni :
1.hak mendidik dari orang tua
2.izin dari orang yang dirugikan
3.hak jabatan dari dokter ( gigi)
4.mewakili urusan orang lain
5.tidak adanya melawan hukum materiil
6.tidak adanya kesalahan sama sekali
7.alasan penghapus pidana putative ( Van Bemmelen, 1979 : 179 )
sesuai dengan ajaran daad-dader strafrecht alasan penghapus pidana dapat dibedakan menjadi :
a)Alasan pembenar ( rechtvaardigingsgrond )
yaitu alasan yang menghapuskan sifat melawan hukumnya perbuatan, berkaitan dengan tindak pidana ( strafbaarfeit ) yang dikenal dengan istilah actus reus di Negara Anglo saxon.
yaitu alasan yang menghapuskan sifat melawan hukumnya perbuatan, berkaitan dengan tindak pidana ( strafbaarfeit ) yang dikenal dengan istilah actus reus di Negara Anglo saxon.
b)Alasan pemaaf ( schuldduitsluitingsgrond )
yaitu alasan yang menghapuskan kesalahan terdakwa, berkaitan dengan pertanggungjawaban ( toerekeningsvatbaarheid ) yang dikenal dengan istilah mens rea di Negara Anglo saxon.
yaitu alasan yang menghapuskan kesalahan terdakwa, berkaitan dengan pertanggungjawaban ( toerekeningsvatbaarheid ) yang dikenal dengan istilah mens rea di Negara Anglo saxon.
- Alasan penghapus pidana yang termasuk alasan pembenar yang terdapat dalam KUHP, a.n :
a)Noodtoestand ( keadaan darurat )
Keadaan darurat merupakan bagian dari daya paksa relatif ( vis compulsiva ), diatur dalam pasal 48 KUHP :
” barangsiapa melakukan perbuatan karena pengaruh daya paksa, tidak dipidana “
Ada
beberapa ahli yang menggolongkan ” keadaan darurat ” sebagai alasan
pembenar namun adapula yang menggolongkannya sebagai alasan pembenar.
Dalam keadaan darurat pelaku suatu tindak pidana terdorong oleh suatu
paksaan dari luar ( Utrecht, 1986 : 355 ), paksaan tersebut yang
menyebabkan pelaku dihadapkan pada tiga keadaan darurat, yaitu :
- Perbenturan antara dua kepentingan hukum
Dalam
hal ini pelaku harus melakukan suatu perbuatan untuk melindungi
kepentingan hukum tertentu, namun pada saat yang sama melanggar
kepentingan hukum yang lain, dan begitu pula sebaliknya
- Perbenturan antara kepentingan hukum dan kewajiban hukum
Dalam hal ini pelaku dihadapkan pada keadaan apakah harus melindungi kepentingan hukum atau melaksanakan kewajiban hukum
- Perbenturan antara kewajiban hukum dan kewajiban hukum
Dalam
hal ini pelaku harus melakukan kewajiban hukum tertentu, namun pada
saat yang sama dia tidak melakukan kewajiban hukum yang lain, begitu
pula sebaliknya.
b)Noodweer ( pembelaan terpaksa )
Diatur dalam pasal 49 ayat (1) KUHP :
”
barangsiapa terpaksa melakukan perbuatan untuk pembelaan, karena ada
serangan atau ancaman serangan ketika itu yang melawan hukum, terhadap
diri sendiri maupun orang lain; terhadap kehormatan kesusilaan (
eerbaarheid ) atau harta benda sendiri maupun orang lain, tidak dipidana
“
Dalam
pembelaan terpaksa perbuatan pelaku memenuhi rumusan suatu tindak
pidana, namun karena syarat - syarat yang ditentukan dalam pasal
tersebut maka perbuatan tersebut dianggap tidak melawan hukum.
c)Melaksanakan ketentuan undang - undang
Diatur dalam pasal 50 KUHP :
” barangsiapa melakukan perbuatan untuk melaksanakan ketentuan undang - undang, tidak dipidana “
Walaupun
memenuhi rumusan tindak pidana, seseorang yang melakukan perbuatan
untuk melaksanakan ketentuan undang - undang dianggap tidak melawan
hukum dan oleh karena itu tidak dipidana.
d)Menjalankan perintah jabatan yang diberikan oleh penguasa yang berwenang
Diatur dalam pasal 51 KUHP :
” barangsiapa melakukan perbuatan yang diberikan oleh penguasa yang berwenang, tidak dipidana “
Seseorang
dapat melaksanakan undang - undang oleh dirinya sendiri, akan tetapi
juga dapat menyuruh orang lain untuk melaksanakannya. Jika ia
melaksanakan perintah tersebut maka ia tidak melakukan perbuatan melawan
hukum ( Sudarto 1987 : 153 )
- Alasan penghapus pidana yang termasuk alasan pemaaf yang terdapat dalam KUHP, a.n :
a)Tidak mampu bertanggungjawab
Diatur dalam pasal 44 KUHP :
”
barangsiapa melakukan perbuatan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan
padanya, disebabkan karena jiwanya cacat dalam tumbuhnya ( gebrekkige
ontwikkeling ) atau terganggu karena penyakit ( ziekelijke storing ),
tidak dipidana “
Dalam memorie van Toelicting yang dimaksud tidak mampu bertanggungjawab ( Sudarto, 1987 : 951 )adalah :
Dalam
hal ia tidak ada kebebasan untuk memilih antara berbuat dan tidak
berbuat mengenai apa yang dilarang atau diperintahkan undang - undang
Dalam
hal ia ada dalam suatu keadaan yang sedemikian rupa, sehinga tidak
dapat menginsyafi bahwa perbuatannya bertentangan dengan hukum dan tidak
dapat menetunkan akibat perbuatannya.
b)Overmacht ( daya paksa )
Overmacht
merupakan daya paksa relatif ( vis compulsiva ). Seperti keadaan
darurat, daya paksa juga diatur dalam pasal 48 KUHP. Dalam KUHP tidak
terdapat pengertian daya paksa, namun dalam memorie van toelichting (
MvT ) daya paksa dilukiskan sebagai setiap kekuatan, setiap paksaan atau
tekanan yang tak dapat ditahan. Dalam daya paksa orang berada dalam
dwangpositie ( posisi terjepit ). Sifat dari daya paksa datang dari luar
si pembuat dan lebih kuat ( Sudarto, 1987 : 142 ). Dalam daya paksa
perbuatannya tetap merupakan tindak pidana namun ada alasan yang
menghapuskan kesalahan pelakunya.
c)Noodweer exces ( pembelaan terpaksa yang melampaui batas )
Hal
ini termasuk pembelaan terpaksa juga, namun karena serangan tersebut
menimbulkan goncangan jiwa yang hebat maka pembelaan tersebut menjadi
berlebihan. Hal ini diatur dalam pasal 49 ayat (2) KUHP :
”
pembelaan terpaksa yang melampaui batas, yang langsung dapat disebabkan
oleh kegoncangan jiwa yang hebat karena serangan atau ancaman serangan
itu, tidak dipidana “
d)Menjalankan perintah jabatan yang tidak sah
Diatur dalam pasal 51 ayat (2) KUHP :
”
perintah jabatan yang tanpa wenang, tidak menyebabkan hapusnya pidana
kecuali jika yang diperintah, dengan itikad baik mengira bahwa perintah
diberikan dengan wenang, dan pelaksanaannya termasuk dalam lingkungan
pekerjaanya “
Melaksanakan
perintah jabatan yang tidak wenang dapat merupakan alasan pemaaf jika
orang yang melaksanakan perintah mempunyai itikad baik dan berada dalam
lingkungan pekerjaannya.
II. YURISPRUDENSI dan MAHKAMAH AGUNG
Yuriprudensi
diartikan sebagai keputusan hakim yang sudah mempunyai kekuatan hukum
yang tetap dan diikuti oleh hakim - hakim lainnya. Ada beberapa istilah,
a.n :
a) Pengetahuan hukum ( rechtsgeleerdheid )àa)Juriprudentia ( bahasa latin )
b) Peradilan tetap atau hukum peradilanàb)Juriprudentie ( bahasa Belanda )
c) Case law atau judge made law ( bahasa inggris )
d) Ueberlieferung ( bahasa Jerman )
teori
ilmu hukum ( algemene rechtleer; general theory of law )àe)Juriprudence
( bahasa Inggris ) ilmu hukumàf)Jurisprudenz ( bahasa Jerman ) ( P.
Purabacaraka dan S. Soekanto, 1979 : 55 - 56 )
Dalam sistem peradilan pidana ada dua asas yurisprudensi ( P. Purbacaraka dan S. Soekanto, 1979 : 63 - 65 ), yaitu :
1.asas preseden
berdasrakan
asas ini hakim terikat atau tidak boleh menyimpang dari keputusan -
keputusan yang terlebih dahulu dari hakim yang lebih tinggi atau yang
sederajat tingkatnya. Asas yang berlaku dia Negara - Negara anglo saxon
ini terdapat pengecualiannya :
apabila keputusan terdahulu diterapkan pada peristiwa yang sedang dihadapi dipandang ” plainly unreasonable and inconvenient “
sepanjang mengenai ” dictum ” ( yaitu whatever the judge said that was not necessary to their decision )
2.asas bebas
berdasarkan
asas ini, hakim tidak terikat pada keputusan - keputusan hakim yang
lebih tinggi maupun yang sederajat tingkatnya. Asas ini dianut oleh
Belanda dan Perancis. Di Indonesia walaupun tidak menganut asas preseden
secara mutlak, namun dalam kenyataanya seorang hakim akan memperhatikan
keputusan - keputusan hakim lainnya, apalagi keputusan mahkamah agung.
Ada 3 alasan mengapa hakim mengikuti putusan hakim sebelumnya ( Utrecht, 1966 : 138 ) yaitu :
1.keputusan hakim mempunyai kekuasaan ( gezag )
apalagi
keputusan tersebut dibuat oleh pengadilan tinggi atau Mahkamah agung.
Seorang hakim mengikuti keputusan hakim lainnya yan kedudukannya lebih
tinggi, khususnya mahkamah agung karena hakim - agung adalah pengawas
pekerjaanya. Dengan kata lain karena alasan psikologis.
2.sebab praktis
dengan mengikuti keputusan hakim yang lebih tinggi, maka kemungkinan diajukan banding atau kasasi semakin kecil.
3.sebab persesuaian pendapat
hakim mengikuti keputusan hakim lainnya karena mempunyai pendapat yang sama.
Untuk
menghasilkan keputusan yang baik dan adil hendaknya hakim memperhatikan
baik ketentuan hukum tertulis maupun hukum tidak tertulis. Pasal 28
ayat (1) UU No. 4 tahun 2004 tentang tentang kekuasaan pokok kehakiaman
menyatakan :
” hakim wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai - nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat “
Oleh
karena itu harus meningkatkan pengetahuannya dalam bidang ilmu hukum
maupun ilmu sosial lainnya, terutama hakim pada mahkamah agung. Mahkamah
agung sebagai pengadilan Negara tertinggi mempunyai kewenangan untuk
melaksanakan pengawasan terhadap pengadilan dibawahnya.
Mahkamah
agung mempunyai tugas utama yaitu mengembangkan hukum melalui
yurisprudensi, karena mahkamah agung pemegang monopoli pemeriksaan
perkara kasasi. Melalui kasasi mahkamah agung dapat menggariskan,
memimpin, dan uitbouwen dan boortbouwen ( mengembangkan dan
mengembangkan lebih lanjut ) hukum melalui yurisprudensi. Sehingga hukum
sesuai dengan derap dan perkembangan masyarakat dan khususnya keadaan
sekelilingnya apabila perundang - undangan itu sendiri kurang adequate.
Melalui rechtvinding hakim dapat mengembangkan, memperbarui huku yang
dapat akseptabel bagi masyarakat. ( Seno Adjie, 1985 : 41 - 45 )
III. ALASAN PENGHAPUS PIDANA dalam KUH-Pidana , DOKTRIN, dan YURIPRUDENSI
Kitab
undang - undang hukum pidana tidak menjelaskan pengertian alasan
penghapus dan juga tidak membedakan antara alasan pembenar dan alasan
pemaaf. KUHP hanya menyatakan beberapa pasal sebagai hal - hal yang
menghapuskan pidana, yaitu :
1.pasal 44 KUHP tentang tidak mampu bertanggungjawab
2.pasal 48 KUHP tentang daya paksa atau overmacht
3.pasal 49 ayat (1) KUHP tentang pembelaan terpaksa atau noodweer
4.pasal 49 ayat (2) KUHP tentang pembelaan terpaksa yang melampaui batas atau noodweer exces
5.pasal 50 KUHP tentang melaksanakan ketentuan undang - undang
6.pasal 51 ayat (1) KUHP tentang menjalankan perintah jabatan yang diberikan oleh penguasa yang berwenang
7.pasal 51 ayat (2) KUHP tentang menjalankan perintah jabatan yang tidak sah
alasan
penghapus pidana di luar KUHP yang diakui dalam hukum pidana positif
muncul melalui doktrin dan yuriprudensi yang menjadi sangat penting
dalam pengembangan hukum pidana, karena dapat mengisi kekosongan hukum
yang ada dan disebabkan oleh perkembangan masyarakat. Perkembangan dalam
hukum pidana sangat penting bagi hakim untuk menghasilkan putusan yang
baik dan adil. Sedangkan yurisprudensi melalui metode penafsiran dan
penggalian hukum tidak tertulis rechvinding sangat berharga bagi ilmu
hukum yang pada akhirnya akan menjadi masukan untuk pembentukan hukum
pidana yang akan datang ( ius constituendum ).
Alasan penghapus pidana dibagi menjadi dua, yakni :
1.alasan penghapus pidana yang diatur dalam KUHP
yang juga diakui dalam doktrin maupun yuriprudensi.
2.alasan penghapus pidana di luar KUHP
berkembang dan diakui dalam doktrin dan yuriprudensi
berdasarkan pembagian tersebut, maka jenis - jenis alasan penghapus pidana sebagai alasan pembenar dan alasan pemaaf sbb :
ALASAN PEMBENAR
1)Alasan pembenar dalam KUHP
a)keadaan darurat
sesungguhnya
tidak dinyatakan secara tegas diatur dalam pasal 48 KUHP. Melalui
doktrin dan yuriprudensi berkembang pandangan bahwa keadaan darurat
merupakan bagian dari daya paksa yang relatif ( vis compulsiva), namun
bukan merupakan daya paksa psikis. Dalam keadaan darurat pelaku
dihadapkan pada tiga pilihan yang saling berbenturan, yaitu :
perbenturan
antara kepentingan hukum dengan kepentingan hukum : seseorang yang
dalam keadaan tertentu dihadapkan pada dua pilihan yang masing - masing
dilindungi oleh hukum dan apabila yang satu ditegakkan maka yang lain
akan dilanggar atau dikorbankan.
Perbenturan
antara kepentingan hukum dengan kewajiban hukum : seseorang dihadapkan
pada keadaan untuk memilih untuk menegakkan kepentingan hukum atau
melaksanakan kewajiban hukum.
Perbenturan
antara kewajiban hukum dengan kewajiban hukum : seseorang dihadapkan
pada dua pilihan yang masing - maisng merupakan kewajiban hukum dan
apabila yang satu ditegakkan maka yang lain akan dilanggar atau
dikorbankan.
Keadaan
darurat merupakan alasan pembenar, karena lebih banyak berkaitan dengan
perbuatannya daripada unsur subjektif pelakunya. Dalam keadaan darurat
asas subsidiaritas ( upaya terakhir ) dan proporsionalitas ( seimbang
dan sebanding dengan serangan ) harus dipenuhi.
b)pembelaan terpaksa
Berkaitan
dengan prinsip pembelaan diri. Dalam pembelaan terpaksa ada perbuatan
yang melanggar kepentingan hukum orang lain, namun perbuatan tersebut
dibenarkan oleh hukum karena memenuhi syarat - syarat yang ditentukan
undang - undang, yakni :
perbuatan tersebut dilakukan karena ada serangan atau ancaman serangan yang bersifat seketika
serangan atau ancaman serangan tersebut bersifat melawan hukum
serangan
tersebut ditujukan terhadap diri sendiri atau orang lain, kehormatan
kesusilaan, dan harta benda baik milik sendiri maupun orang lain
pembelaan tersebut harus dilakukan dengan memperhatikan asas subsidiaritas dan proporsionalitas harus dipenuhi.
c)melaksanakan ketentuan undang - undang
yang
dimaksud adalah undang - undang dalam arti materiil, yaitu setiap
peraturan yang dibentuk oleh pembentuk undang - undang yang berlaku dan
mengikat umum. Orang yang melakukan perbuatan yang melanggar hukum dalam
rangka melaksanakan undang - undang dapat dibenarkan. Asas
subsidiaritas dan asas proporsionalitas harus dipenuhi.
d)Menjalankan perintah jabatan yang diberikan oleh penguasa yang berwenang
Dapat
digunakan bila ada hubungan subordinasi antara orang yang memberi
perintah dan yang menerima perintah, serta berada dalam lingkungan
pekerjaan yang sama.
2)Alasan pembenar di luar KUHP
a)Hak mendidik orang tua
Dalam
mendidik anak dan murid mungkin saja orang tua, wali, atau guru
melakukan suatu perbuatan yang melawan hukum, namun apabila perbuatan
tersebut dilakukan dalam keadaan tertentu dan dilaksanakan secara
mendidik dan terbatas, maka perbuatan tersebut dapat dibenarkan.
b)Hak jabatan dokter ( gigi )
Dalam
pelaksanaan tugasnya seorang dokter akan melakukan suatu perbuatan yang
dalam keadaan lain merupakan tindak pidana, perbuatan tersebut
dibenarkan apabila dilakukan untuk mengobati penyakit dan bukan untuk
menganiaya.
c)Izin dari orang yang dirugikan
Suatu perbuatan yang melanggar ketentuan hukum tertentu hilang sifat melawan hukumnya bila ada izin dari orang yang dirugikan.
d)Mewakili urusan orang lain
Suatu perbuatan yang melawan hukum dapat dibenarkan bila dilakukan untuk mewakili urusan orang lain dalam rangka melindungi kepentingan hukum yang lebih besar.
e)Tidak adanya siat melawan hukum materiil
Alasan
pembenar ini mengalami perkembangan yang pesat dalam ilmu hukum pidana
baik melalui doktrin maupun yurisprudensi. Dalam doktrin alasan pembenar
ini sejalan dengan ajaran sifat melawan hukum materiil, yang kemudian
banyak digunakan oleh para hakim dalam memutuskan suatu perkara. Ajaran
sifat melawan hukum yang berfungsi sebagai alasan pembenar adalah ajaran
sifat melawan hukum negatif.
Suatu
perbuatan yang secara formal memenuhi rumusan tindak pidana dapat
hilang sifat melawan hukumnya bila perbuatan tersebut secara materiil
tidak melawan hukum.
ALASAN PEMAAF
Digunakan bila tindak pidana yang didakwakan telah terbukti dan tidak ada alasan pembenar. Alasan pemaaf terdiri dari :
1)Alasan pemaaf dalam KUHP
a)Tidak mampu bertanggungjawab
Yakni
mereka yang cacat jiwanya, baik disebabkan oleh gangguan psikis maupun
gangguan fisik. Walaupun hakim tidak menjatuhkan pidana Karena jiwanya
cacat, namun hakim dapat menetapkan terdakwa dirawat di rumah sakit.
b)Daya paksa
daya
paksa ini merupakan daya paksa psikis yang berasal dari luar dari si
pelaku dan daya paksa tersebut lebih kuat dari padanya. Asas
subsidiaritas dan proporsionalitas harus diperhatikan dan dipenuhi.
c)Pembelaan terpaksa yang melampaui batas
Syarat
yang harus dipenuhi adalah pelaku harus berada dalam situasi pembelaan
terpaksa dan pembelaan yang melampaui batas tersebut dilakukan karena
adanya goncangan jiwa yang hebat yang disebabkan oleh serangan atau
ancaman serangan yang melawan hukum. Harus ada hubungan kausal antara
serangan atau ancaman serangan dengan kegoncangan jiwa.
d)Menjalankan perintah jabatan yang tidak sah
Perintah
berasal dari penguasa yang tidak berwenang, namun pelaku menganggap
bahwa perintah tersebut berasal dari penguasa yang berwenang. Pelaku
dapat dimaafkan jika pelaku melaksanakan perintah tersebut dengan itikad
baik, mengira bahwa perintah tersebut sah dan masih berada dalam
lingkingan pekerjaannya.
2)Alasan pemaaf di luar KUHP
a)Alasan penghapus pidana putatif
Terjadi
bila seseorang mengira telah melakukan suatu perbuatan yang termasuk
daya paksa atau pembelaan terpaksa atau menjalankan undang - undang dll,
kenyataannya tidak ada alasan penghapus pidana tersebut. Orang tersebut
tidak dapat dijatuhi pidana bila perbuatan tersebut dapat diterima
secara wajar. Dalam hal ini pelaku berlindung dibawah tidak ada
kesalahan sama sekali.
b)Tidak ada kesalahan sama sekali
Berasal
dari pidana tanpa kesalahan, dalam bahasa Belanda dikenal dengan
istilah AVAS ( afwejigheid van alle schuld ). Pelaku tidak dapat
dipidana karena perbuatan tersebut tidak dapat dicelakan pada pelaku.
Termasuk dalam pengertian ini adalah sesat yang dapat dimaafkan.
Alasan
- alasan penghapus pidana tersebut mempunyai peranan yang sangat
penting dalam penegakan hukum dan keadilan. Tanpa adanya alasan
penghapus pidana seseorang yang melakukan perbuatan yang memenuhi
rumusan suatu tindak pidana dapat dijatuhi pidana walaupun tidak ada
maksud untuk melanggar ketentuan hukum tersebut, atau telah dilakukan
sikap hati - hati atau tidak ada kesalahan pada orang tersebut. Baik
alasan penghapus pidana yang tertulis maupun tidak tertulis dapat
mencegah adanya putusan hakim yang tidak adil.
Dengan
dianutnya sifat melawan hukum materiil dan alasan tidak ada kesalahan
sama sekali, hakim dapat selalu menghasilkan putusan yang sesuai dengna
perkembangan dan rasa keadilan masyarakat dan tidak hanya menjadi corong
undang - undang.
PENERAPAN DAN PENEMUAN ALASAN PENGHAPUS PIDANA MELALUI YURISPRUDENSI
Penerapan
alasan penghapus pidana yang diatur dalam KUHP maupun di luar KUHP
dapat dilihat dalam yurisprudensi. Yang diatur di luat KUHP dapat
dilihat mulai dari Arrest Hoge Raad tentang tukang susu tanggal 14
februari 1916 yang pada saat itu Hoge Raad sudah mulai mengikuti asas
tidak ada pidana tanpa kesalahan. Kemudian Arrest Hoge Raad tentang
dokter hewan tanggal 20 februari 1933, mulai menganut ajaran sifat
melawan hukum materiil. Di Indonesia perkembangan alasan penghapus
pidana lebih banyak melalui sifat melawan hukum materiil.
Putusan
- putusan mahkamah agung yang sangat baik berkaitan dengan sifat
melawan hukum materiil banyak dijadikan pedoman oleh hakim - hakim lain
baik dari pengadilan negeri, pengadilan tinggi maupun dari mahkamah
agung sendiri. Secara tegas diakui bahwa sifat melawan hukum materiil
merupakan alasan penghapus pidana diluar undang - undang .(Sumber : Missing)