Laman

Tekad dan Komitmen adalah Kunci Mencapai Keberhasilan...

Jumat, 21 September 2012

Kebijakan Kriminalisasi dalam Hukum Pidana

Kebijakan kriminalisasi merupakan menetapkan perbuatan yang semula bukan tindak pidana menjadi suatu tindak pidana dalam aturan perundang-undangan. Pada hakikatnya kebijakan kriminalisasi merupakan bagian dari kebijakan kriminal dengan menggunakan sarana hukum pidana, dan oleh karena itu termasuk bagian dari kebijakan hukum pidana.[1] Dalam rangka menanggulangi kejahatan diperlukakan berbagai sarana sebagai reaksi yang dapat diberikan kepada pelaku kejahatan berupa pidana. Karena, pidana masih dianggap relevan untuk menanggulangi kejahatan, meski masih banyak reaksi lain yang berupa non-pidana dalam menanggulangi kejahatan. Pidana sebagai sarana pengendalian kejahatan diperlukan adanya konsepsi politik dalam hukum pidana yakni mengadakan pemilihan untuk mencapai hasil perundang-undangan pidana yang sesuai dengan keadaan dan situasi pada suatu waktu dan untuk masa-masa yang akan datang.[2] Konsepsi politik hukum pidana untuk menanggulangi kejahatan, disamping melalui pembuatan produk hukum berupa pembuatan undang-undang hukum
pidana tidak lepas juga dengan usaha menuju kesejahteraan masyarakat melalui kebijakan sosial (social policy). Hal ini berarti kebijakan untuk menanggulangi kejahatan  dengan menggunakan sanksi pidana, harus pula dipadukan dengan usaha-usaha lain yang bersifat non-penal.
Dua masalah sentral dalam kebijakan kriminal dengan menggunakan sarana penal atau hukum pidana ialah masalah penentuan :
1.      Perbuatan apa yang seharusnya dijadikan tindak pidana, dan
2.      Sanksi apa yang sebaiknya digunakan atau dikenakan kepada si pelanggar.
Penganalisaan terhadap dua masalah sentral diatas tidak dapat dilepaskan dari konsepsi integral antara kebijakan kriminal dengan kebijakan sosial. Ini berarti pemecahan masalah-masalah diatas harus pula diarahkan untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu dari kebijakan sosial politik yang telah ditetapkan.[3] Sudarto berpendapat bahwa dalam menghadapi masalah sentral diatas yang sering disebut sebagai masalah kriminalisasi, harus memperhatikan hal-hal yang pada intinya sebagai berikut :
1.      Penggunaan hukum pidana harus memperhatikan tujuan pembangunan nasional, yaitu mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang merata materiil dan spiritual berdasarkan pancasila. Sehubungan dengan ini maka penggunaan hukum pidana untuk menanggulangi kejahatan demi kesejahteraan dan pengayoman masyarakat.
2.      Perbuatan yang diusahakan untuk dicegah atau ditanggulangi dengan hukum pidana harus merupakan “perbuatan yang tidak di kehendaki” yaitu perbuatan yang mendatangkan kerugian materiil ataupun spiritual atau warga masyarakat.
3.      Penggunaan hukum pidana harus pula memperthitungkan prinsip “biaya dan hasil” (cost benefit principle)
4.      Penggunaan hukum pidana harus pula memperhatikan kapasitas atau kemampuan daya kerja dari badan-badan penegak hukum, yaitu jangan sampai ada kelampauan beban tugas (overbelasting).[4]
Kriminalisasi haruslah diwujudkan dalam bentuk peraturan tertulis seperti perundang-undangan. Aturan perundang-undangan tersebut harus tunduk pada asas-asas hukum dalam aturan perundang-undangan dimana suatu peraturan perundang-undangan tidak boleh bertentangan dengan undang-undang yang lebih tinggi. Peraturan undang-undang pidana atau yang mengandung pidana juga harus menggunakan asas legalitas. Asas legalitas mengandung makna bahwa ketentuan dapat dipidananya suatu perbuatan harus terjadi melalui undang-undang dalam arti formil. Tidak diperbolehkan menciptakan sanksi pidana selain yang ditentukan oleh undang-undang dalam arti formil. Syarat untuk menindak suatu perbuatan yang melanggar hukum harus dengan adanya ketentuan dalam undang-undang pidana yang merumuskan perbuatan tercela atau kejahatan dan memberikan suatu sanksi terhadapnya. Hal ini disebut legalitas dari negara dalam hukum pidana. Konsep bahwa tindak pidana adalah melanggar kepentingan negara sebagai representasi dari kepentingan publik pada umumnya yang menjadikan dasar pemberian kewenangan negara untuk menentukan, membuat peraturan, dan menghukum seseorang yang melanggar peraturan yang telah dibuat oleh negara.


[1] Teguh prasetyo, 2010, kriminalisasi dalam hukum pidana, penerbit nusa media, bandung, hal hal.133.
[2] ibid
[3] Barda Nawawi Arief ,2010, Kebijakan Legislatif dalam Penanggulangan Kejahatan dengan Pidana Penjara, cetakan keempat, Genta Publishing, Yogyakarta, hal. 35.
[4] Ibid. Hal. 36.